#ThisIsMyStory: Our Easter Gift

Sudah lama banget saya mau cerita tentang Easter Gift suami dan saya tahun lalu, tapi kayaknya ada-ada aja yang membuat saya akhirnya tidak jadi atau menunda untuk menulis. Namun berhubung besok adalah hari Paskah, saya rasa sudah saatnya saya menceritakannya sekarang. Saya berharap, suatu saat nanti ketika Ron sudah dewasa, dia bisa membaca kisah kami, dan ia tahu how wonderfully and fearfully made he was..

20150416_181417-01
The two of us on April 2015

So here is the story…

Tahun 2015, pernikahan Sahron dan saya memasuki tahun kedua, dan kami belum juga memiliki momongan. Bukannya karena tidak mau punya anak atau menunda, tapi memang karena Tuhan belum memberi.

Kepengen punya anak ga? KEPENGEN BANGET (secara saya udah pengen punya anak dari SMP, wkwkwkwkw).
Berdoa minta anak ga? Every single day 😊

Keluarga juga udah nanyain, bahkan udah menyarankan kami untuk periksa ke dokter. Tapi karena satu dan lain hal, rencana ke dokter belum pernah terlaksana. Kami, terutama saya, pun perlahan-lahan mulai khawatir. Teringat dulu ketika masih SMA saya pernah punya kista. Pikiran saya pun mulai bertanya-tanya, “Apakah karena faktor hewan peliharaan ya?”, “Apa karena kecapekan?”, “Kok orang lain gampang banget ya hamil?”, all those negativity…

Namun Tuhan baik. Ada-ada saja cara-Nya untuk menyatakan diri-Nya dalam kehidupan kami berdua.

Januari 2015

Mertua dan keluarga ipar saya berdoa bersama menyambut tahun baru 2015 pukul 00.00 di Lampung (saat itu Sahron dan saya ada di Jogja). Salah satu doa yang dipanjatkan adalah supaya tahun ini saya punya anak. Setelah berdoa bersama mertua saya langsung nelpon dong, “Kami semua tadi sama-sama berdoa Buka Tahun. Iting tadi doakan Mak Uda (panggilan keponakan Sahrin untuk saya) supaya tahun ini bisa punya anak. *Noted: TAHUN INI.

Februari 2015.

Sahron dan saya ikut suatu kelas kepemimpinan di gereja, namanya Class of Leadership. Pertemuannya 1 minggu 1x dalam jangka waktu kurang lebih selama 3 bulan. Nah selama kelas tersebut kami dibagi dalam kelompok-kelompok berisikan masing-masing kelompok 10 orang. Sahron dan saya beda kelompok. Teman sekelompok saya ada seorang wanita, seumuran saya, dan sedang hamil. Namanya Stella. Awalnya saya tidak tahu kalau dia sedang hamil. Saya baru sadar bahwa dia hamil kira-kira saat pertemuan ke-6. Itu pun karena pembicara saat itu bertanya apakah di kelas ada yg sedang hamil, dan si Stella ini angkat tangan. Mulai dari situ pembicaraan pun dimulai soal kehamilan. Stella ini kasih banyaaak banget masukan tentang bagaimana caranya supaya cepat hamil. Salah satunya yang menurut saya paling ngaruh adalah “Lin, lu jangan pakai panty liner ya. Lebih baik lu bawa ganti daleman aja kalau pas pergi-pergi”. Kenapa? Selama ini saya kalau pergi ga pernah lepas dari panty liner. Soalnya kalau saya kecapekan atau stress pasti saya keputihan. Pikir saya, dari pada lembab lebih baik pakai panty liner. Ternyata, justru panty liner itu yang membuat keputihan semakin parah, dan keputihan merupakan salah satu penyebab sulitnya terjadi kehamilan. Mulai saat itu jauh-jauh deh saya dari namanya panty liner. BHAY.

IMG-20150224-WA0015_1
COL 2015 Batch 1 Group 10

Selain Stella, saya juga satu kelompok dengan Venty, dokter cantik di sebuah RS Ibu dan Anak (lagi-lagi buka kebetulan!). Bu Dok inilah yang nantinya nolongin saya banget waktu saya mulai kontraksi. Nanti saya akan ceritakan lebih detil di next post. Ada juga fasilitator kelompok kami, Kak Intan dan Kak Christien. Mereka sering kasih saya semangat kalau pas saya sudah curhat sama Stella. Mereka bilang, ” Lin, batch yang kemaren ada yang share pengen punya anak. Abis kelar COL hamil beneran loh”. Waktu itu saya cuma meringis-meringis berharap sambil bilang amin. Sambil minta kaki saya diinjekkin sama Stella, biar cepet ketularan hamil (emang flu pake ditularin segala). LOL.

IMG-20150404-WA0013_1

4 April 2015

Ulang tahun saya yang ke-28, dan semua orang sepertinya semakin gencar mendoakan supaya kami segera dapat momongan. Hehehehe.. Saya tidak ada rencana mau buat acara atau apa pun, tapi luar biasanya saya malah dapat banyak banget surprise.


Surprise dinner oleh Ellen (he is one of the most caring and lovable bestfriend of us) dan surprise cake by Feni, my sister in soul. Saya inget banget waktu itu Ellen juga secara khusus mendoakan supaya kami bisa diberi anak.
5 April 2015 Paskah

Suami dan saya pergi ke gereja pada ibadah pertama pukul 07.30. Ketika itu yang khotbah adalah Ps. Jose Carol. Saya masih ingat betul khotbah beliau hari itu. Ia katakan, “Hari ini bukti kebangkitan-Nya bukan omong kosong. Kenyataan dari kubur kosong menyatakan bahwa Yesus bangkit dan kita juga akan dibangkitkan dalam kehidupan yang kekal. Dia tidak dikendalikan oleh kematian. Bagian apa dari kehidupan kita yang perlu dibangkitkan? Dreams? Marriage? Finances? Alkitab berjanji kebangkitan-Nya bisa kita alami. Kau punya hak untuk keluar dari kubur, apa pun yang membelenggumu! Kosongkan kubur kematian kehidupanmu. Kita tidak dipanggil hanya untuk merayakan kebangkitan-Nya tapi untuk menghidupinya. Saat ini saya akan berdoa, supaya Tuhan membangkitkan apa pun yang mati dalam kehidupanmu”.

Screenshot_2015-04-13-01-12-07-1.png
Powerful message by Ps. Jose Carol (Picture from Instagram)

Saat itu Roh Kudus gerakkan saya untuk mengambil tangan suami saya dan meletakannya bersama tangan saya di atas perut saya. Saya aminkan bahwa Tuhan sanggup memberi kehidupan di dalam rahim saya. Saya percaya bahwa kuasa kebangkitan yang ada pada Yesus juga berlaku dalam kehidupan saya.

Saya percaya saat itu juga Tuhan mendengar doa kami dan memberkati kandungan saya.

Pulang ibadah, dapet surprise cake lagi dari teman-teman COL, dan didoain (lagi-lagi) supaya Tuhan kasih kami anak.

10 April 2015

Ditraktir Bu Desi. Cerita tentang traktiran Bu Desi ini juga tidak boleh dilewatkan.

Jadi, kebalik memang yang ulang tahun siapa, dan yang traktir siapa. Tapi emang Pdt. Desideria Hutagalung ini adalah sahabat saya di kampus yang paling dekat, dan sudah saya anggap seperti ibu saya sendiri. Beliau juga panggil saya Cece, panggilan yang sama seperti panggilan ke anaknya.

Waktu itu pulang kuliah hari terakhir, kami sekelas makan bareng di dekat kampus. Biasa memang kalau kuliah hari terakhir, kami pergi makan-makan ngajak dosen. Tapi kali ini lebih spesial soalnya saya ulang tahun. Dan lebih spesial lagi karena bahasannya ga biasa. Hehehe. Lupa bagaimana mulainya, tapi yang saya ingat Sahron sama saya ditanyain sama temen-temen senior tentang anak. Pertanyaan klise awalnya. “Kenapa kok belum?”,  “Apa memang nunda?”,  “Apakah belum minta?” Dst.

20150410_200650_1
Our Class – Metodologi Penelitian

Sahron menjawab bahwa memang kami belum dikasih, tapi kami tetap berdoa minta anak. Saat itu, salah seorang teman kami, Ps. Jonah Chen membagi kesaksiannya ke kami:
“Pak, Bu, mungkin doanya sekarang coba diubah deh. Dulu saya divonis oleh beberapa dokter bahwa saya tidak akan bisa punya anak. Namun saya tetap percaya bahwa Tuhan bisa kasih saya keturunan. Saat itu saya dan istri mengubah doa kami. Kami tidak berdoa untuk minta anak, tapi kami katakan kepada Tuhan bahwa kami siap untuk menjadi orang tua. Setiap hari saya dan istri berdoa, “Tuhan, kami siap menjadi papa mama”, sambil saya menumpangkan tangan ke atas perut istri saya. Saya panggil nama anak saya, Chen Heavenly Melody, nama anak perempuan, walaupun saat itu istri saya belum hamil. Ajaib Tuhan, istri saya akhirnya hamil, benar-benar yang lahir anak perempuan, dan saya beri nama Chen Heavenly Melody.”

20150410_210931_1
Kwetiaw Siram Bersejarah

Kesaksian itu terngiang-ngiang terus di kepala saya bahkan sampai hari ini. Malam itu ditutup dengan teman-teman kampus mendoakan suami dan saya, dan sejak malam itu, suami dan saya mulai mengubah doa kami. Dari yang awalnya meminta, menjadi sebuah pernyataan kesiapan.

Tiba-tiba suatu malam saya bermimpi saya jalan-jalan di mall bersama seorang anak laki-laki ganteng.

Tiba-tiba suatu pagi ada burung masuk ke dalam kamar kami (padahal kamar kami berada di lantai 17!). Masuk gitu aja, ciap ciap membangunkan kami.

Kejadian-kejadian yang menurut saya tidak biasa dan memang belum pernah terjadi sebelumnya. Bagi saya, saya tahu bahwa itu pertanda dari Tuhan.

8 Mei 2015

Diajak makan sop kambing sama Bu Desi di Roxy, dengan syarat: harus test pack dulu. Wkwkwkwkw. Bu Desi bilang, “Ce, kayaknya kamu hamil deh. Kita makan kambing kalo Cece udah tes ya. Kalau hamil berarti tunda dulu”. Ga tau apa yang buat Ibu itu nebak saya hamil, sampai sekarang juga saya masih penasaran. Hahaha

20150116_221446_1
Pdt.  Desideria Hutagalung

 

9 Mei 2015

Bangun tidur saya ambil test pack, dan hasilnya: POSITIF!!!!!!!!!!!!!
Awalnya masih bengong. Kasih tau Sahron juga dia bengong. Bengong beberapa detik aja abis itu jejingkrakan berdua. Rasanya kaya di dada ini ditaruh ribuan petasan yang meledak bersama-sama. Seperti mimpi, antara percaya ga percaya. Sampai berdoa aja sampai ga tahu mau ngomong apa ke Tuhan. Adanya cuma nangis berdua.

AJAIB TUHAN.
26 Maret 2016

Forever grateful for our Easter Gift last year, who already be with us today. We know that God gave us the highest privilege to be parents to our handsome miracle baby boy. I realize how beautiful my life is, and how blessed I am surrounded by so many loving people.

20160207_172040-01
The three of us this year

Saya bersyukur, untuk setiap orang yang begitu mengasihi keluarga kami. Yang senantiasa mendoakan kami, menopang kami, mengajari kami. Kami tidak akan pernah bisa membalas kebaikan kalian, tapi kami percaya Tuhan yang akan membalaskannya.

Bersyukur untuk setiap kejadian di dalam perjalanan kehidupan kami, yang membuat kami makin hari semakin yakin bahwa Tuhan berjalan bersama kami. Tidak pernah ada istilah kebetulan. Orang-orang yang saya temui, waktu pertemuan, timing kami mendaftar COL, teman-teman di group COL, firman yang disampaikan dalam khotbah, dan waktu kehamilan saya, semuanya tidak ada yang kebetulan. Never take every moment for granted because I know each have God’s fingerprint on it.

Cerita ini saya tuliskan bukan untuk menggurui bahwa untuk punya anak harus seperti ini caranya, atau seperti ini cara doanya. Tidak sama sekali. Tidak ada yang pakem. Saya tidak mengajarkan suatu dogma tertentu. This is our personal experience, dan saya tahu bahwa masing-masing orang pasti punya pengalaman pribadi sendiri dengan Tuhan. Tuhan punya cara yang unik untuk masing-masin orang.

Saya menuliskan kesaksian ini untuk diri saya sendiri, supaya saya tidak pernah melupakan kebaikan-kebaikan Tuhan serta bagaimana ajaibnya Tuhan mendengar doa saya.

Saya menulis untuk orang-orang yang saya sebutkan di atas, supaya kalian semua tahu how you are matter for us. You are our hero.

Saya menulis untuk orang-orang yang saat ini mengharapkan mujizat. Apa pun itu, jangan pernah berhenti berdoa dan berharap karena sesungguhnya mujizat masih ada bagi setiap orang yang berharap kepada Tuhan. Kuasa kebangkitan yang dimiliki oleh Kristus  juga dimiliki oleh setiap orang yang percaya kepa-Nya. Apa pun yang saat ini mati dalam kehidupanmu, bisa dibangkitkan Tuhan bersama dengan kebangkitan-Nya. Don’t lose hope.

Dan juga saya menulis untuk anak kami, our firstborn, our darling Ron,
May you touch the lives of many people, be an inspiration and an answer for them, just the way you are to us.

Happy Easter!

It stands to reason, doesn’t it, that if the alive-and-present God who raised Jesus from the dead moves into your life, he’ll do the same thing in you that he did in Jesus, bringing you alive to himself? When God lives and breathes in you (and he does, as surely as he did in Jesus), you are delivered from that dead life. With his Spirit living in you, your body will be as alive as Christ’s! — Romans 8:9-11 MSG

8 thoughts on “#ThisIsMyStory: Our Easter Gift

  1. wow cerita yg sangat mengharukan. kirany jadi berkat buat semua yg membaca. thanks buat masukin namaku di ceritanya. Gbu Mr.Sharon and Mrs. Karlian.

    Like

  2. Dimana Tuhan ?, apa tanda- tandanya ?, apa bisa?, ini hanya sebagian kecil dari banyak pertanyaan yang ada. tetapi Kasih-Nya melampaui akal pikiran saya. Ajaiblah Kau Tuhan.

    Like

Leave a comment