#MYPREGNANCYSTORY: PERTAMA KALI PERIKSA DAN KEHAMILAN DI LUAR KANDUNGAN

Waktu masih mengandung Ron saya sebenarnya ingin sekali nulis cerita tentang masa-masa kehamilan sampai dengan kelahiran. I figured it would be good to write out those days as a memory. Karena sejujurnya masa-masa kehamilan saya sampai dengan persalinan dan kehidupan di NICU bener-bener beyond expectation, hahahaha… Berasa naik roller coaster pokoknya.
So, starting from today, I wish I could write those stories  😊🙏🏻 

Here we goes…

Pic from @preemiesupportawareness

Sebelum tahu saya hamil, perubahan yang waktu itu saya rasakan adalah bawaannya lelah dan mengantuk terus. Rasanya kaya masuk angin. Bahkan sampai beberapa kali minta dikerok sama suami. Waktu itu saya lagi mengerjakan tesis. Seumur-umur belum pernah namanya ketiduran di depan laptop sampe bener-bener pules kaya waktu itu. Akhirnya temen saya yang waktu itu mendesak saya untuk segera cek kehamilan menggunakan test pack. Hasilnya ternyata benar saya positif hamil.

20150509_074508-2
Salam Dua Garis

Sahron dan saya bahagia luar biasa ketika itu. Cerita bagaimana kami mendapatkan mujizat dapat di sini ya. Setelah test pack hari Sabtu, 9 Mei 2015, kami memutuskan untuk memeriksakan kehamilan saya ke dokter kandungan di sebuah RS Bunda dan Anak di bilangan Jakarta Barat pada hari Senin, 11 Mei 2015.

11 Mei 2015

Kira-kira pukul 08.00 kami datang ke RS, ternyata dokter yang kami incar tidak praktek hari itu. Kami pun beralih ke obgyn lain yang praktek pada hari itu. Dokter perempuan. Setelah melewati segala prosedur pendaftaran dan antrian, kami pun akhirnya mendapat giliran untuk masuk. Tanpa panjang lebar, dokter pun melakukan USG per vaginal. Agak lama juga waktu itu diperiksanya. Setelah selesai, ia pun berkata kepada kami,

“Ini hasilnya belum terlalu jelas. Saya memang lihat ada penebalan dinding rahim, tapi saya belum yakin kalau kamu hamil. Coba tes lagi di atas, biar kita lebih yakin”.

Saya tanya, “Dok, dulu saya punya kista. Ga besar tapi kecil-kecil banyak. Masih ada ga ya?”. Jawab dokter, “Ga kok, rahim kamu bersih”.

*puji Tuhaaannnnn, berarti Tuhan sembuhkan kista saya. Memang waktu divonis saya punya kista, saya ga pernah terapi apa-apa kecuali terapi doa.

Kami pun naik ke lantai 2, di bagian lab untuk melakukan tes urine. Kira-kira 30 menit kemudian, hasilnya pun keluar. POSITIF LAGI. Dengan semangat 45 kami kembali ke lt. 1 tempat praktek si dokter tadi. Untung pasien isi dokter sudah habis, jadi saya bisa langsung masuk ke kamar praktek.

img_0996-01
Hasil tes urin: positif

“Dok, positif”, saya langsung laporan.

“Wow. Selamat ya Say, berarti kamu hamil beneran. Tapi tetap kita kontrol ya karena saya khawatir kalau kamu hamil di luar kandungan.

“Hah? Maksudnya?”

” Iya, jadi janin kamu bisa jadi ga berada di dalam rahim karena tadi pas di USG ga kelihatan. Saya takutnya dia ada di saluran rahim kamu.”

“Trus gimana dok?

“Ya kalau gitu nanti terpaksa kita suntik mati.

“HAH?”

“Karena tetep aja ga akan berkembang. Kalau terlalu besar nantinya malah bisa membahayakan kamu juga”.

“………..”

Perbincangan ga berlangsung lama. Kami sempat tanya-tanya tentang perjalanan jauh di trisemester pertama karena kami berencana untuk pulang ke Jogja untuk menghadiri wisuda adik saya. Dokter pun kasih resep obat penguat Dupaston dan vitamin Folamil Genio.

Sepulang dari dokter tersebut Sahron dan saya ga berhenti-berhenti doa supaya kehamilan saya berhasil dan bukan di luar kandungan seperti yang dikatakan si dokter. Jujur saya takut ketika itu. Makin saya googling malah semakin takut. Stress. Kondisi fisik makin hari makin mabok. Bawaannya lemes, pusing, mual, tapi laper terus. Begitu makan, langsung mual dan muntah lagi. Akhirnya suami saya menyarankan supaya kami pergi ke Puskesmas mencari Bidan. Sampai di Puskesmas, kami pun mendaftar, dan tak lama kemudian saya sudah masuk ke ruang periksa bidan

“Kenapa Bu? Telat? Sudah tes? Positif? Oya sudah berarti Ibu hamil. Ini saya kasih buku KIA ya Bu. Nanti tiap kali kontrol bukunya dibawa ya. Nanti saya kasih vitamin. Mau ke Jogja? Ga apa-apa. Aman. Sehat terus ya Bu. Ini saya kasih video perkembangan janin di dalam kandungan. Sudah, ibu ga usah takut. Semua akan baik-baik saja.”

Beda banget yaaaaa responnya dokter obgyn yang katanya kuliah aja di luar negeri, prakteknya di RS level nasional, dibandingkan dengan bidan Puskesmas level kelurahan yang lagi sekolah lagi supaya dapet Ijazah S1 😂😂😂  Bagi saya, jauh lebih menenangkan pergi ke bidan daripada ke dokter. Ya mungkin memang tergantung individunya ya. Tapi buat saya yang waktu itu baru pertama kali hamil dan have no clue about pregnancy, Bidan Beatrix (yes, namanya itu) bener-bener jadi booster semangat saya. Orangnya ramah, semangat, gesit, dan membesarkan hati saya. Sebelum pulang kami dikasih lihat video tentang perkembangan janin di dalam kandungan beneran, bahkan sampai dikopikan ke USB Drive untuk kami bawa pulang. Bener-bener terharu rasanya waktu lihat video tersebut sambil membayangkan bahwa di dalam rahim saya pun sedang tumbuh sebuah kehidupan. Ketakutan memang masih ada, tapi suami dan saya berusaha untuk senantiasa positif dan terus berdoa agar semuanya baik-baik saja.

18 Mei 2015

Jadwal kami pulang ke Jogja. Kami sudah pesan tiket jauh hari sebelumnya dan dapat kereta dengan jadwal keberangkatan pk.11.00 kalo ga salah. Dari pagi saya sudah berusaha bangun, tapi rasanya badan lemes banget. Dulu saya kira yang namanya bumil ngidam itu mitos belaka, eh ternyata asli kejadian di saya. Ga dibuat-buat bener. Mual bener, lemes bener. Akhirnya saya berhasil mempersiapkan diri dan naik taksi bersama Sahron ke stasiun. Ternyata jalanan macet, kami baru sampe stasiun pukul 11.00 kurang. Begitu sampai kami sudah tidak diperbolehkan masuk. Hanya selang 1 menit kereta kami berangkat di depan kami.
ZONG.
Udah lemes, keringat dingin, pusing. Hampir aja saya tergiur untuk beli tiket lewat calo yang tersebar di sepanjang pintu masuk stasiun. Untung Sahron gigih beli lagi di loket, dan dapet KA jadwal jam 12. Setelah Sahron beli kemudian loket ditutup karena tiket sold out 😱😱😱 ternyata yang ketinggalan KA jam 11 bukan cuma kami karena memang jalanan maceett banget hari itu, sehingga sebagian besar yang ketinggalan kereta pun berinisiatif sama seperti kami untuk membeli tiket KA selanjutnya. Puji Tuhan punya suami gigih banget. Saya lupa gimana ceritanya bisa sampai di Jogja waktu itu, yang saya inget sepanjang jalan saya hampir diseret Sahron saking lemesnya. Hahaha…

19 Mei 2015

Hari wisuda Yoshi!!!

Seneng banget bisa kumpul keluarga semua, plus tante-tante kami dari Manado dateng 2 orang. Lagi-lagi apa daya saya mabok berat. Yang lain pagi-pagi nyalon, saya tiduran di kasur. Tapi demi adek wisuda dan demi eksis foto bersama, walau cuma mandi bebek dan dandan sekadarnya, saya dan Sahron pun nyusul ke Grha Sabha UGM. Selesai fotofoto di GSP, kami lanjut jalan kaki ke Fakultas Hukum. Sempat mampir ke Fakultas Psikologi yang letaknya hanya berjarak satu jalan dengan Fakultas Hukum juga (sembari beberapa kali “jack pot” di tengah jalan).

Acara wisuda lancar, makan-makan, dan photo session pun lancar jaya (dengan ‘bonus’ mabok sepanjang hari di tengah-tengahnya). Congratulation Josef Kurniawan Mulyono, SH!


21 Mei 2015

Makin hari saya makin mabok, sampai-sampai ga ada makanan yang bisa masuk. Kami pun memutuskan untuk memeriksakan diri lagi ke obgyn. Waktu itu ketemu dengan dr. Dani di RS Panti Rapih. Begitu masuk ruang periksa, saya langsung menyampaikan tentang kemungkinan kehamilan di luar rahim seperti yang disampaikan oleh dokter di Jakarta Barat kepada saya. Dokter pun langsung menyuruh saya untuk USG lagi. Ketika di USG,

“Bu, aman kok kandungannya. Itu mulai kelihatan embrionya”.

20160329_070932-01
Ron’s First Photo

OMG SENEEEEENNGGG BANGETTTT!

Rasanya mau sujud syukur saat itu juga saking leganya. Ketakutan selama ini sirna sudah. Dalam hati saya bilang saya ga akan balik ke dokter pertama itu. Sukses dia bikin kami jantungan dan stress selama ini. Ha!

Lesson learned:

Dokter bisa saja bicara apa saja, tergantung karakter orang dan pertimbangan pribadinya juga. Tergantung bagaimana kita menyikapi kata-kata dokter. Biar bagaimana pun juga nasib kita tetap di tangan Tuhan. Pada saat itu bisa jadi saya  yang terlalu overthinking sampai jadi stress sendiri akhirnya. Yang penting sekarang bersyukur karena semua sudah dilalui dengan selamat berkat anugerah Tuhan.

Oktober 2016,

Karlina

Next post: Hiperemesis Gravidarum

Leave a comment